“Jangan sekolah apalagi kuliah jika anda hanya ingin menjadi kaya, tenar, dan hidup mapan”!
Tagline di atas adalah bentuk sindiran terhadap anak-anak
bangsa yang bersekolah ataupun mengenyam bangku perkuliahan hanya untuk
mendapatkan hidup mapan setelah mereka lulus.
Tak terasa, bangsa ini akan memperingati hari pendidikan nasional.
Momentum baik ini sebaiknya sebagai ajang refleksi status kaum intelek
yang bernama mahasiswa. Kuliah atau yang biasa disebut “ngampus” bukan
lagi masanya untuk mencari jati diri. Mahasiswa bukan lagi orang yang
ragu-ragu dalam melangkah. Di masa ini, mahasiswa lebih fokus untuk
mengasah lifeskill mereka sehingga dapat berkontribusi
sebaik-baiknya pada masyarakat. Menjadi mahasiswa dalam makna sebenarnya
adalah pilihan. Pilihan untuk bermetamorfosa dari dunia SMA menuju
dunia kedewasaan dengan pemikirannya yang matang dari segala macam
aspek.
Kehidupan kampus sepenuhnya adalah tanggung jawab kita. Bebas
menentukan apapun. Tidak ada lagi guru yang mengingatkan ketika belum
mengumpulkan tugas. Tidak ada lagi hukuman, berdiri di depan kelas
karena tidak memperhatikan pelajaran. Tidak ada lagi pemeriksaan atribut
seragam yang kurang lengkap. Namun, menjadi seorang yang bernama
“mahasiswa” bukanlah perkara yang mudah. Ada tujuh poin yang harus
melekat pada mahasiswa. Ada nilai yang sarat akan karakter mahasiswa
yang sesungguhnya, dan yang terpenting agar “ngampus” tak sekadar status
!
Mahasiswa idealnya punya visi dan berpandangan visioner.
Stephen R Covey(penulis buku motivasi internasional) menyatakan bahwa
visi adalah tujuan akhir. Visi membuat hidup semakin bergairah, sebab
kita mempunyai target yang jelas untuk kita capai. Mahasiswa yang tak
mempunyai visi akan membuat hidupnya berjalan bagaikan air. Hanya
mengalir tanpa tujuan dan ambisi yang ingin dicapai. “Let it flow”
adalah jurus ampuh ketika mahasiswa tak ingin dibebankan oleh sederet
kerja keras dalam meningkatkan kualitas akademik dan segudang amanah
dalam berorganisasi. Tidak ingin merasakan sedikitpun ada beban di
punggung yang harus di bawa sepanjang perjalanan menuju kesuksesan .
Meskipun sukses, namun sukses yang disebabkan oleh kemujuran atau
keberuntungan yang bersifat sementara bukanlah petikkan buah manis yang
dipetik dari pohon perjuangan. Maka dari itu, sebagai seorang mahasiswa
yang sesungguhnya, mulailah memiliki visi yang jelas. Buatlah
perencanaan hidup agar hidup semakin terarah. Banyak buku yang mengulas
mengenai visi. “7 Habits of effective people”, Stephen R Covey dan “I
can do it” 9 Cara meraih sukses-nya Stedmen Graham bisa menjadi bahan
refernesi untuk memaknai kembali pentingnya menancapkan visi bagi
mahasiswa ataupun orang lain.
Mahasiswa juga harus memiliki konsep yang jelas.
Konsep yang jelas disini adalah kemampuan seseoranag dalam mengenali
dirinya sendiri dengan baik. Terkadang kita menganggap diri kita lemah
dan memiliki banyak kekurangan. Hal yang paling fatal bagi seorang
mahasiswa adalah ketika dia belum mengenal dirinya sendiri. Apa
kelebihan dan kekurangannya. Padahal banyak potensi dalam diri yang
tanpa disadari dapat melejitkan prestasi-prestasi kita. Bagaimana
mungkin kita mengasah kemampuan diri kalau kita saja belum mengenal baik
diri kita sendiri. Dengan mengetahui kekurangan kita, kita akan
berusaha untuk mengubah kesulitan menjadi tantangan. Rintangan menjadi
peluang sehingga setiap detik selalu ada karya tercetak dan tak ada
waktu yang terbuang sia-sia.
Mahasiswa tak ragu untuk berimajinasi. Imajinasi
bukan hanya untuk anak-anak. Mahasiswa pun perlu berimajinasi. Perbedaan
antara imajinasi anak-anak dan mahasiswa adalah proses implikasi dan
realisai imajinasi tersebut. Imajinasi itu diperbolehkan asal imajinasi
yang produktif. Tak ada larangan untuk terus menyuburkan imajinasi kita.
Dengan adanya imajinasi kita mempunyai gambaran atau bayangan bagaimana
kita kedepan. Jangan remehkan dahsyatnya berimajinasi ! Berimajinasi
tentunya harus didukung oleh kerja keras nyata demi merealisasikan
mimpi-mimpi kita.
Mahasiswa harus punya target yang jelas. Banyak
orang yang keliru menginterpretasikan antara target dan visi. Visi
adalah rencana kita kedepan secara global dan general. Lain halnya
dengan target yang sudah kita uraikan menjadi beberapa spesifikasi.
Target harus bersifat realistis. Realistis terhadap kemampuan kita.
Target pun harus bertahap. Langkah yang besar diawali dari langkah yang
kecil.
Mahasiswa pembelajar atau pengumpul nilai?. Mahasiswa
pembelajar tidak berorientasi pada nilai, nilai hanyalah sebuah bonus
yang didapat setelah kerja keras. Mahasiswa pembelajar mengedepankan
ilmu dan usaha untuk mendapatkan ilmu dari pengalaman yang berharga.
Berbeda dengan pengumpul nilai yang hanya terpaku pada nilai.
Menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai sempurna, namun
aplikasi ilmu nihil. Sehingga lulusannya hanya menambah deretan panjang
pengangguran intelektual yang menghambat laju perkembangan Indonesia.
Mahasiswa pembelajar adalah mahasiswa yang memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi, tidak akan pernah merasa puas, menghargai proses kerja keras
dan menganggap setiap tempat adalah sekolah pembelajaran. Itulah
mahasiswa pembelajar!
Mahasiswa bukan Penghafal ! Sistem pendidikan di
hampir seluruh universitas negeri ataupun swasta dimana satu kelas
memiliki 40-an lebih mahasiswa membuat suasana tak kondusif untuk
belajar. Dosen hanya membaca buku literatur di depan kelas, tanpa
menghiraukan keadaan kelas yang hiruk-pikuk. Secara tak langsung,
menyuruh mahasiswanya untuk menghafal. Hal ini dibuktikan dengan tidak
sependapatnya dosen apabila jawaban ujian esai mahasiswanya berbeda
dengan yang tertera di buku-buku referensi. Tak segan-segan dosen
memberi nilai kecil ketika kita tidak lagi patuh terhadap bacaan di
buku-buku. Semoga dosen seperti ini tak ada di kampus kita.
Mahasiswa aktivis atau “pasivis”? . Jangan
jadi mahasiswa kupu-kupu(kuliah-pulang-kuliah-pulang). Waktu kuliah
selama 4-5 tahun adalah waktu yang berharga jika dilewatkan begitu saja.
Jika kita hanya disibukkan dengan tugas kuliah, hadir kuliah setiap
hari rasanya begitu hambar. Banyak keuntungan yang akan kita dapati
sebagai seorang aktivis. Mulai dari banyak teman, kenal dengan beberapa
jaringan media, mengasah kemampuan berkomunikasi dengan baik, dan
memiliki sejuta pengalaman berharga lainnya yang tak dapat dibeli dengan
apapun. Pengalaman terlibat di berbagai macam kegiatan kampus akan
mengasah ideologi kita, meningkatkan kematangan berfikir, lebih tanggap
untuk menangani persolan. Karena kita tidak disibukkan dengan
permasalahan pribadi namun permasalahan organisasi. Akan tampak jelas
perbedaan aktivis kampus dan non aktivis ketika terjun langsung ke
masyarakat.
Menjadi mahasiswa memang tidak mudah. Kampus notabene adalah sebuah
tempat untuk memperluas penanaman nilai dan idealisme, sebuah kampus
diharapkan dapat memproduksi generasi “pelurus” bangsa yang berkualitas.
Kampus adalah medan dimana kita bebas memilih ideologi, bebas
mengeluarkan pendapat, mengasah critical thinking sebagai
mahasiwa. “Ngampus” adalah pilihan. Pilihan apakah kita ingin mewarnai
kehidupan kampus dengan segala macam potensi yang membuahkan prestasi,
ataupun menjadi mahasiswa yang biasa saja yang memiliki ideologinya
tersendiri “study oriented”. Pilihan untuk mendapatkan IP rusak atau
memukau. Pilihan untuk mengembangkan diri atau menjatuhkan diri ke
lubang “buaya”. Pilihan untuk sukses pun ada di tangan kita. Kita yang berhak atas masa depan kita.
Memaknai kembali hari pendidikan nasional, tidak hanya berlaku bagi
mahasiwa namun juga segenap masyarakat untuk meningkatkan mutu dan
kualitas pendidikan di Indonesia. Mencetak generasi pemuda yang dapat
mengimplementasikan ilmu dan nilai-nilai semasa kuliah adalah tujuan
besar dan harapan berbagai pihak. Pasca kampus, mereka dapat mengabdi
kepada masyrakat, sekaligus turut serta dalam mengisi kemerdekaan
Indonesia. Memajukan bangsa Indonesia di kancah Internasional. Hidup
Mahasiswa !
bener tu bener :)
BalasHapuslike it !